Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jombang, Dr. H. Muhajir.| foto: Endang.
MediAmpera.COM
- Kabupaten Jombang dikenal luas sebagai salah satu pusat pendidikan Islam di
Jawa Timur. Julukan Kota Santri bukan tanpa alasan, sebab hampir di setiap
sudut wilayahnya berdiri pondok-pondok pesantren yang menjadi tempat menimba
ilmu agama dan membentuk karakter santri.
Namun, di
balik maraknya perkembangan pesantren, masih ada sejumlah lembaga yang ternyata
belum mengantongi izin operasional resmi dari Kementerian Agama (Kemenag).
Kepala
Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Jombang, Dr. H. Muhajir, S.Pd.,
M.Ag., mengungkapkan, hingga saat ini tercatat 235 pondok pesantren di Jombang
telah memiliki izin operasional yang sah dan terdaftar di Kemenag.
Sementara
itu, sebanyak 54 pondok pesantren lainnya masih dalam proses pengajuan izin
operasional melalui sistem aplikasi daring.
“Jumlah
pondok pesantren di Kabupaten Jombang yang sudah mengantongi izin operasional
resmi ada 235. Sedangkan 54 pondok lainnya masih dalam proses pengajuan. Kami
berharap pengajuan itu bisa segera disetujui oleh pusat, agar seluruh pesantren
di Jombang terdata secara resmi,” jelas Muhajir saat ditemui di kantornya,
Senin 13 Oktober 2025.
Ia
menegaskan, proses perizinan pondok pesantren saat ini, dilakukan secara online
melalui aplikasi Sistem Informasi Data Pondok Pesantren (SITREN) yang dikelola
oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kemenag RI.
Sistem
digital ini, menurutnya, dibuat untuk meningkatkan transparansi, akurasi data,
serta mempercepat proses verifikasi dan validasi lembaga pendidikan berbasis
pesantren di seluruh Indonesia.
Dalam sistem
tersebut, setiap pengelola pesantren wajib mengunggah berbagai dokumen
administratif dan teknis sesuai ketentuan yang berlaku.
“Prosesnya
memang cukup ketat. Ada sekitar 38 item persyaratan yang harus dipenuhi oleh
setiap pondok pesantren yang ingin mendapatkan izin operasional. Semua itu,
mengacu pada Petunjuk Teknis (Juknis) Dirjen Pendis Nomor 2491 Tahun 2025,
tentang Kebijakan Pendaftaran Pesantren,” papar Muhajir.
Lebih
lanjut, Muhajir menjelaskan, tidak semua pesantren dapat langsung mengajukan
izin. Banyak faktor yang menjadi kendala, salah satunya adalah jumlah santri
yang belum memenuhi syarat minimal.
“Berdasarkan
aturan, salah satu syarat pokok adalah memiliki minimal 15 santri mukim, atau
santri yang tinggal di asrama. Kalau jumlah santri mukim masih di bawah itu,
pondok tidak bisa mengajukan izin operasional,” ungkapnya.
Lima Rukun Pesantren
Selain
jumlah santri, pondok pesantren juga diwajibkan memiliki lima unsur pokok atau
rukun pesantren yang menjadi identitas dan ciri khas lembaga pendidikan Islam
tradisional. Kelima unsur tersebut meliputi:
Pertama, Kiai
atau pengasuh sebagai figur sentral yang membimbing dan mengasuh santri. Kedua,
Santri mukim, yaitu peserta didik yang menetap di pondok. Ketiga, Asrama atau
tempat tinggal santri. Keempat, Masjid atau mushola sebagai pusat ibadah dan
kegiatan keagamaan. Kelima, Kajian kitab kuning atau Dirosah Islamiyah dengan
pola pendidikan Mu’allimin.
“Jika
kelima unsur ini terpenuhi, ditambah kelengkapan administrasi dan bukti
pendukung yang diunggah di sitren.kemenag.go.id, maka izin operasional bisa
segera diproses dan diterbitkan oleh pusat,” terang Muhajir.
Menurutnya,
legalitas operasional bukan sekadar formalitas administratif. Izin ini
merupakan bukti pengakuan negara terhadap eksistensi dan kredibilitas lembaga
pesantren. Dengan izin resmi, pesantren akan lebih mudah memperoleh dukungan
pemerintah, baik berupa program peningkatan kualitas, bantuan sarana prasarana,
maupun pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis pesantren.
“Kami
terus mendorong agar pondok-pondok yang sudah memenuhi syarat tapi belum
mengajukan izin segera mengurusnya. Legalitas ini penting bukan hanya untuk
kepentingan data nasional, tapi juga untuk memperluas akses bantuan dan kerja
sama pemerintah dalam bidang pendidikan Islam,” tegasnya.
Muhajir
juga mengakui, di lapangan masih ada sebagian pesantren kecil atau pesantren
baru yang belum memahami pentingnya izin operasional. Sebagian di antaranya
masih dalam tahap berkembang, dengan jumlah santri yang sedikit atau fasilitas
yang belum memadai.
“Memang
ada pondok-pondok yang masih tahap awal berdiri, jumlah santrinya sedikit,
fasilitasnya terbatas. Tapi, kami tetap memberikan pendampingan, agar mereka
bisa bertahap memenuhi persyaratan,” imbuhnya.
Sebagai
langkah tindak lanjut, Kemenag Jombang juga akan terus melakukan pembinaan dan
sosialisasi ke seluruh kecamatan, agar setiap pengasuh pondok mengetahui
mekanisme pendaftaran melalui aplikasi SITREN dan memahami setiap persyaratan
yang diperlukan.
“Harapan
kami yang pertama, 54 pondok pesantren yang saat ini sedang mengajukan izin
bisa segera diterbitkan izin operasionalnya. Kedua, pondok-pondok yang belum
mengajukan karena alasan tertentu, padahal sudah memenuhi syarat, kami harapkan
segera mengurus izin tersebut. Dengan begitu, seluruh pesantren di Jombang
memiliki legalitas yang jelas dan diakui oleh negara,” pungkasnya.
Dengan
langkah ini, Kementerian Agama Kabupaten Jombang berharap dapat mewujudkan
pendataan pesantren yang akurat, tertib administrasi, serta meningkatkan kualitas
pendidikan Islam di daerah.
Upaya ini
sekaligus menjadi bagian dari komitmen pemerintah dalam memperkuat peran
pesantren sebagai lembaga pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan umat di tengah
masyarakat Jombang yang religius.***
Reporter : Nursasi E | Editor : MAS
0 Komentar