Wadirreskrimsus Polda Jambi, AKBP Taufik
Nurmandia, saat jump pers di Mapolda Jambi./ Foto: istimewa
MediAmpera.COM - Ditreskrimsus Polda Jambi menetapkan ZH, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan peralatan praktik utama SMK, di Dinas Pendidikan Provinsi Jambi.
Penyidik menyatakan, kerugian negara dalam
kegiatan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik Tahun Anggaran
2022 senilai Rp122 miliar ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK
RI, mencapai Rp 21.892.252.403,92.
Bahkan ada tiga laporan polisi baru yang akan
diselidiki, terkait kasus itu dan penyidik telah menerbitkan tiga laporan
polisi yaitu RWS seorang perentara atau broker, ES (Direktur PT TDI), dan WS
(Owner PT ILP).
“Peran broker dalam kasus ini sangat sentral. Ia
yang mengatur kesepakatan fee 17 persen dengan pejabat pengadaan, mencari calon
penyedia, dan mengatur proses pemesanan barang bersama PPK di Jakarta. Ini
terjadi sebelum adanya dokumen resmi seperti DPA Perubahan,” ungkap
Wadirreskrimsus Polda Jambi, AKBP Taufik Nurmandia, saat jump pers di Mapolda
Jambi, Jumat 11 April 2025.
Dari hasil pemeriksaan, penyedia barang
melakukan markup harga dan pengadaan tanpa perbandingan harga. Barang yang
diterima sekolah-sekolah juga tidak sesuai spesifikasi dan bahkan tidak bisa
digunakan.
“Kami juga sudah mengirim permintaan resmi
kepada BPK RI di Jakarta,
untuk menghitung kerugian negara. Hasilnya, kerugian negara dalam proyek ini
mencapai hampir Rp 22 miliar,” papar Taufik Nurmandia.
AKBP Taufik Nurmandia, menjelaskan
pengusulan anggaran dilakukan pada Maret 2021 dan DAK diterima oleh Dinas
Pendidikan Jambi pada tahun 2022.
Menurutnya, anggaran itu tidak langsung
dituangkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), melainkan masuk ke
rekening TAPERA. Baru kemudian dilakukan penggeseran anggaran ke bidang SMK
untuk pengadaan peralatan praktik utama.
“Modus operandi dalam kasus ini cukup kompleks.
Terjadi pertemuan dan kesepakatan fee sebesar 17 persen, antara pejabat
pengadaan dan pihak broker bahkan sebelum ada surat penunjukan penyedia,” tegas
Wadirreskrimsus Polda Jambi ini.
Lebih lanjut AKBP Taufik Nurmandia menjelaskan,
penunjukan penyedia dilakukan sebelum ada perubahan DPA, dan pengadaan
dilakukan melalui e-purchasing tanpa harga pembanding. Proses pemesanan barang
dilakukan di Jakarta oleh PPK bersama broker.
Barang yang dikirim pun tidak sesuai
spesifikasi, tidak memenuhi standar TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri),
bahkan tidak dapat digunakan oleh pihak sekolah, meskipun telah dibayar 100
persen.
“Dalam proses penyidikan, kami telah melakukan
pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan ahli, menyita dokumen serta barang
bukti digital, termasuk uang sebesar Rp 6,07 miliar sebagai bagian dari asset
recovery,” pungkas Taufik.***
Editor : MAS
0 Komentar